Yanisa Yuni Alfiati

Guru SMA Negeri 1 Padamara Mapel Biologi Unnes ...

Selengkapnya
Navigasi Web
Menjemput Fajar-3

Menjemput Fajar-3

Ali begitu bersemangat berangkat sekolah hari ini. Dia selalu berusaha berangkat tepat waktu, meski kenyataannya Ali tetap saja sering datang terlambat. Perjalanan Ali cukup jauh untuk sampai ke sekolah. Setiap harinya Ali harus berjalan kaki selama 30 menit untuk sampai di sekolahnya.

Hari ini langkahnya begitu pelan. Ini dilakukan demi menemani langkah kali sepatu usang yang bagian depannya sudah mulai menganga. Tas yang ada di punggungnya pun seolah ingin dimanja. Tas rangselnya itu harus dibantu peniti untuk bisa tertutup sempurna. Maklum resleting tas Ali rusak. Emak belum punya uang untuk membetulkannya.

Pagi ini Ali datang pagi-pagi sekali. Melihat Ali datang teman-temannya yang usil pun langsung berkicau.

"Eh tukang jaring berangkat gasik. Berarti dapat banyak ikannya tadi malam." Suara nyinyir Tomo. Semua teman-temannya langsung tertawa semua.

"Uangnya kenapa gak buat beli tas Li, tuh resleting rusak. Beli yang baru dong. Kan udah pinter cari uang... hahahaha.. " Sambut Dirman.

" Tukang njaring payah, sepatu saja udah njeplok." Tomo kembali menimpali. Ali hanya diam. Dia lebih memilih membuka buku pegangan yang dipinjamnya dari sekolah. Dia terus membaca meski tak satupun dari bacaannya yang masuk ke otaknya. Ali sudah tak tahan lagi menghadapi teman-temannya yang tak bisa mengerti keadaannya. Ingin rasanya Ali berhenti sekolah. Tapi setiap keinginan itu muncul bayangan Emaknya membuatnya lupa dengan semua ejekan teman-temannya. Sebenarnya Ali merasa malu dengan apa yang di pakainya. Dia juga ingin seperti temannya yang berpakaian rapi dengan sepatu bagus dan tas yang keren. Tapi apa boleh buat. Uang untuk membelinya tidak ada. Semua teman masih mentertawakannya. Mereka baru berhenti saat pak guru masuk kelas.

Ali segera membuka tasnya pelan-pelan. Diambilnya buku tulis satu-satunya yang dia miliki. Tinggal satu lembar. Buku itu sudah terisi penuh dengan tulisan tangan Ali. Buku yang berisi semua mata pelajaran yang ada. Meski pak guru sudah berkali-kali mengingatkan Ali supaya bukunya sendiri-sendiri tapi Emaknya tak mampu membelikannya buku lebih dari satu. Seperti biasa sebelum pelajaran di mulai pak guru akan memeriksa pekerjaan rumah tiap-tiap anak.

"Ali, kenapa catatan pelajarannya masih jadi satu. Bapak kan sudah mengingatkan dari kemarin. Pokoknya bapak mau besok kamu beli buku baru. Minta sama orang tuamu ya. Kebetulan bukunya juga sudah habis jadi sekalian beli buku yang baru ." Perintah pak guru pada Ali.

"Wah, gimana sih tulang njaring. Masa beli buku saja tidak bisa." Teriak Dirman dari bangku belakang. Mendengar itu semua temannya bersorak.."Huuuuu...tukang njaring payah..." Ali hanya tertunduk. Sementara itu pak guru segera menenangkan suasana di kelas yang mulai tidak kondusif.

"Dirman, kamu tidak boleh ngomong begitu. Yang lain juga sama. Sekarang saatnya istirahat. Kalian istirahat." Ucap pak guru tegas. Semua langsung beramburan keluar kecuali Ali. Dia tak akan membeli jajan. Waktu istirahat ini langsung dia gunakan untuk mengerjakan PR di selembar kertas yang dia minta pada Narti. Bukunya sudah habis. Dan tak ada lagi tempat untuknya menulis.

***

Sepulang sekolah Ali langsung mencari Emaknya. Dia akan minta dibelikan buku.

"Mak. Buku Ali habis. Mak beli buku ya. tapi jangan cuma satu. Kata pak guru catatannya tidak boleh dicampur-campur. Harus dipisah di buku yang berbeda." Pinta Ali dengan wajah yang cemberut.

" Kamu ambil dulu di warung yu Tinah. Bilang suruh Emak." Kata Emak enteng.

" Tapi Mak. Kemarin yu Tinah bilang kita gak boleh ngutang lagi kalau hutang kemarin belum di bayar. " Jawab Ali menjelaskan.

"Terus bagaimana Li. Kamu tahu sendiri Emak gak punya uang. Tadi malam saja ikan yang kita dapat hanya laku tiga tusuk. Sisanya barusan kita makan." Wajah ibu Ali tampak bingung.

"Gak tahu lah Mak. Ali mau pergi dulu." Ali langsung berlalu pergi. Hatinya gundah. Ali tak membayangkan bagaimana teman-teman akan membullynya jika dia tak membawa buku baru. Ali tak sanggup lagi menahan rasa malu yang tiap kali dia temui di sekolah. Mau memaksa Emaknya dia tidak tega.

Ali berjalan tanpa arah. Langkah kaki membawanya ke gubug yang ada ditengah sawah. Di rebahkan badannya diatas gubuk yang agak reot itu. Pikiran Ali menerawang jauh memikirkan kelanjutan sekolahnya. Ali terus berpikir sampai lupa makan. Ali tak ingin pulang ke rumah. Dia tak tega melihat wajah Emaknya. Saat ini tentu Emaknya sedang berkeliling ke rumah tetangga untuk meminjam uang. "Maafkan Ali Mak." Batin Ali. Tampak air tergenang di sudut matanya. Ali menangis meratapi nasibnya saat ini.

Ali tampak lelap di dalam gubug reot itu. Rupanya Ali tertidur tadi. Azan Magrib terdengar sampai ke telinga Ali. Ali yang kaget karena hari sudah menjelang malam, segera bangkit untuk pulang ke rumahnya.

Sesampainya di rumah, Emaknya menyambutnya dengan wajah penuh kekhawatiran.

"Kamu kemana saja Li? Dari tadi Emak mencarimu. Kamu belum makan sejak pulang sekolah." Ucap Emak sembari mengelus kepala Ali.

"Maaf Mak, tadi Ali ketiduran di gubuk." Jawab Ali. Dia pun segera menuju kamarnya. Setelah berganti baju, Ali berjalan ke belakang. Dia mengambil jaring yang ada di belakang rumahnya.

"Kamu mau kemana lagi Li. Kamu baru saja pulang. Kamu juga belum makan." Ibu Ali langsung mengambil piring. Diberikannya piring itu pada Ali.

"Kamu makan dulu Li. Nanti kamu sakit. Emak janji besok Emak akan membeli buku sepulang dari pasar." Ali tak menjawab. Ali mengambil piring dari tangan Emaknya. Ali pun memakan makanan yang sudah Emaknya siapkan. Meski perutnya tak lapar, Ali tetap berusaha memakannya.

***

Sesampainya di sungai Ali langsung mengembangkan jaringnya. Suasana hatinya masih saja gundah, namun Ali memaksakan diri untuk tetap mencari ikan. Emak dan adiknya butuh makan untuk esok hari. Rasanya tidak hanya tubuh Ali yang lelah, jiwa Ali saat ini benar-benar lelah.

Entah kenapa tiba-tiba Ali merasakan sesak di dalam dadanya saat memikirkan takdir kemiskinannya. Setiap hari dia harus bekerja keras mencari ikan di sungai saat orang lain sedang istirahat di rumah. Namun kenapa untuk membeli sebuah buku saja dia tak mampu. Ali tak tahu harus marah dengan siapa. Yang pasti Ali tetap bertanggung jawab penuh terhadap Emak dan adiknya, karena bapaknya tak bisa diandalkan.

****

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Yaa...Allah...ya Robb, ujian hidup untuk Ali belum berakhir. Semoga Ali kuat dan tabah. Kisah Ali mengajarkan pada kita sebagai guru untuk lebih mengenal keadaan siswanya. Seharusnya Pak Guru mengetahui mengapa buku Ali hanya satu. Guru, menjadi salah satu orang yang harus bisa menentramkan hati siswanya yang sedang dilanda kesulitan, memberikan semangat hingga jiwanya tegar. Bunda Yanisa ini, paling bisa bikin orang baperrrrr. Salam sehat dan sukses selalu. Barakallah, Bunda.

08 Mar
Balas

Benar sekali bunda... kadang kita sebagai guru suka langsung memarahi anak tanpa mau tahu latar belakangnya. Sukses selalu bunda dan barakallah

09 Mar

Ya Allah, sabaaaar Ali....Duuh...kalau dekat sudah kubelikan buku....Salam sehat dan sukses selalu...Barakallah Bu Yanisa... .

08 Mar
Balas

Makasih ya bun... udah mau belikan Ali buku. Sukses selalu ya bun dan barakallah

09 Mar

Penokohan Ali yang luar biasa penuh inspirasi. Barakallah.

11 Mar
Balas

Terima kasih pak Mardi... sukses selalu bunda dan barakallah

11 Mar

Cerita yang menginspirasi sekali mbak Yanisa. Penuh amanat buat para pembaca. Khususnya bagi para guru dan siswa. Ditunggu loh episode berikutnya....

09 Mar
Balas

Terima kasih bunda Ria... siappp... sukses selalu bunda dan barakallah

09 Mar

Cerita yang menginspirasi sekali mbak Yanisa. Penuh amanat buat para pembaca. Khususnya bagi para guru dan siswa. Ditunggu loh episode berikutnya....

09 Mar
Balas

Cerita yang menginspirasi sekali mbak Yanisa. Penuh amanat buat para pembaca. Khususnya bagi para guru dan siswa. Ditunggu loh episode berikutnya....

09 Mar
Balas



search

New Post