Yanisa Yuni Alfiati

Guru SMA Negeri 1 Padamara Mapel Biologi Unnes ...

Selengkapnya
Navigasi Web
Menjemput Fajar-7

Menjemput Fajar-7

Tiga bulan sudah Ali kerja sebagai kuli bangunan. Dibukanya celengan yang terbuat dari bambu. Dihitungnya jumlah uang itu. "Berapa jumlahnya, Li?" Emak duduk di dekat Ali yang tengah sibuk menghitung uang tabungannya. "Ada Mak. Ali rasa uangnya sudah cukup untuk biaya Ali sunat." Jawab Ali percaya diri. "Alhamdulillah, Li. Kamu sunat minggu depan ya. Emak t akut nanti uangnya keburu di pakai Emak." Ledek Emak. Ali tersenyum bahagia. "Alhamdulillah Ali akan sunat." Senyum Ali mengembang. Dia begitu bahagia. Sebentar lagi apa yang jadi keinginannya akan terwujud. *** Beberapa hari menjelang Ali sunat, bapak Ali pulang kampung. Entah siapa yang memberi kabar kepadanya kalau anaknya itu mau di sunat. Yang pasti menurut bapaknya , perasaannya lah yang telah menyuruh dia pulang. Entah kenapa bapaknya itu merasa anaknya sedang membutuhkan kehadirannya. Meski tak ada uang yang dibawanya pulang, bapaknya menyempatkan diri untuk pulang kampung. Kali ini bapaknya pulang dengan membawa 3 stel baju yang dibelinya di Jakarta. Satu untuk Emak, satu untuk Ali, dan satu lagi untuk adiknya Ali. "Emak, bapak pulang" Teriak Ali dari luar rumah. Ali terlihat menenteng plastik dan dibelakang ada bapaknya yang berjalan mengikutinya. Dengan tergopoh-gopoh Emak keluar. Sementara Ridwan, adiknya Ali tampak bingung melihat bapaknya. Maklum sudah satu setengah tahun bapaknya ini baru pulang. Ridwan yang masih kecil mungkin lupa dengan wajah bapaknya. "Ini Ridwan ya." Tanya bapak pada Ridwan dan bermaksud hendak menggendongnya. Namun Ridwan kecil lebih memilih untuk menyembunyikan wajahnya di balik baju Emaknya. "Kamu sehat kang." Tanya Emak datar. Ada raut tidak suka yang tampak di wajah Emaknya Ali. Sebagai istri sangat wajar kalau dia merasa kecewa dengan suaminya. Sekian lama tak ada kabar berita. Tiba tiba saja pulang tanpa merasa berdosa. "Alhamdulillah, aku baik-baik saja. Apa saya boleh masuk?" Tanya bapak Ali yang tampak ragu melihat sambutan istri yang tidak mengenakkan karena telah lama dia tinggalkan. Emak hanya diam tak memberi jawaban. Melihat kedua orang tuanya yang tampak tegang, Ali berusaha untuk mencairkan suasana. "Ayo, bapak masuk dulu. Ali buatkan minum ya Mak?" Tanya Ali pada Emaknya. Emaknya tetap saja diam. Dia pun langsung membalikkan tubuhnya menuju ke dapur membuatkan minuman untuk suaminya. Ridwan pun turut mengikuti langkah kaki emaknya menuju dapur. Melihat hal itu Ali dan bapaknya saling pandang. Keduanya pun tersenyum, lalu melangkahkan kakinya menuju tempat duduk.

Ali berusaha untuk bersikap bijak. Mau bagaimanapun sikap bapaknya selama ini, Ali harus tetap menghormatinya. Kepulangannya kali ini, Ali anggap sebagai anugerah yang indah dari sang maha pencipta untuknya Tak ada kemarahan, kebencian yang Ali tunjukkan pada bapaknya meski bapaknya itu telah menelantarkannya.

Ali pun tak mau menyalahkan sikap Emaknya yang terkesan cuek dengan kepulangan bapaknya saat ini. Ali tahu perasaan Emaknya. Dia memilih untuk tidak mencampuri urusan kedua orang tuanya itu. Yang pasti, saat ini ada sedikit kebahagiaan tersendiri yang muncul di benak Ali dengan kepulangan bapaknya. Selain di belikan baju baru, Ali juga akan sunat ditunggui oleh bapaknya. ***

Pagi ini Ali bersiap untuk di sunat. Tak seperti pengantin sunat yang lain. Ali hanya memakai baju baru yang bapaknya berikan dan sandal baru yang dibelinya di pasar. Ali berangkat ke rumah pak mantri dengan berjalan kaki serta ditemani oleh bapaknya. Tak ada teman-teman yang menemaninya, atau iringan musik pengiring untuk menghiburnya. Rencananya baru nanti pulang di sunat, Ali akan naik andong.

Sesampainya di rumah pak mantri Ali langsung di periksa. "Owalah Li..Li..sudah segede ini baru di sunat." Pak mantri mencoba menggoda Ali. Mendengar ucapan pak mantri Ali pun tersenyum. Meski ada rasa malu, tapi Ali tetap harus melanjutkan prosesinya. "Sudah pak mantri?" tanya Ali begitu melihat pak mantri melepaskan sarung tangannya. "Sudah. Alhamdulillah. Nanti bapak kasih obat. Langsung di makan ya begitu sampai di rumah." Pak mantri memberikan penjelasan. "Iya pak." Jawa *** Seperti rencana yang sudah dibuat oleh Ali. Pulangnya Ali naik andong bareng bapaknya. Dengan memakai baju baru dan sandal baru, benar-benar membuat Ali bahagia. Sesampainya di rumah sudah banyak tetangga yang berkumpul menanti kedatangannya. Mereka akan mendoakan Ali agar sehat selalu, menjadi anak shaleh dan berguna bagi sesama. Setelah mendoakan Ali yang baru di sunat, mereka langsung pulang membawa nasi kenduri yang sudah disiapkan oleh Emak Ali dengan dibantu ibu-ibu tetangga. Beberapa tetangga tampak memberikan amplop berisi uang untuk Ali. "Alhamdulillah." Ali tersenyum bahagia, "Hari ini aku sudah di sunat dan dapat amplop banyak" Batin Ali...hehehe...

Begitu tamu pulang, rasa sakit mulai Ali rasakan. Ada rasa ngilu, perih, pegel campur jadi satu. Ingin rasanya Ali menangis, tapi malu. Dia hanya bisa meringis kesakitan. Emaknya langsung mengambil air minum untuk minum obat yang tadi diberikan pak mantri. Tak berapa lama kemudian Ali merasa ngantuk. Ali pun tertidur. Lumayan Ali bisa melupakan rasa sakit yang ada saat dia tertidur.

Butuh waktu satu minggu untuk kesembuhannya. Tentu saja Ali tidak bisa bekerja selama proses penyembuhan. Untungnya ada amplopan dari tetangga yang bisa di pakai untuk menutupi kebutuhan keluarganya. Sehingga Ali tak perlu khawatir lagi. *** Enam hari sudah berlalu. Ali sudah sembuh sekarang. Sarung yang biasanya dia pakai sudah dilepaskan. Dan Ali sudah bisa memakai celana lagi. Saatnya dia kembali bekerja, menjadi kuli bangunan dan malamnya menjaring ikan. "Bapak mau ke Jakarta lagi besok Li. Kamu jaga Emak dan adikmu baik-baik." Bapaknya membuka pembicaraan saat mereka duduk santai di depan rumah sore itu. Mendengar bapaknya pamitan, tiba-tiba Ali teringat dengan kang Parman yang setiap pulang kampung selalu membawa banyak uang. Muncul keingingan Ali untuk mengikuti jejak kang Parman kerja di Ibu kota. "Ali ikut bapak kerja di Jakarta ya Mak?" Ucap Ali sore memecah keheningan. Tentu saja Emaknya kaget bukan main. Tak ada angin tak ada hujan, tiba-tiba Ali meminta ijin untuk merantau. "Gak usah Li. Kerja di Jakarta sama saja kerja disini. Malah mending kamu kerja di sini. Bisa kasih uang dan kumpul sama keluarga. Kamu tahu sendiri bapakmu. Selama kerja di Jakarta bapakmu tidak pernah kirim uang untuk kita di kampung. Lha kalau kamu ikut kerja bapakmu. Emakmu bagaimana?" Jawab Emak sambil matanya melirik ke arah suaminya. Bapaknya Ali hanya diam saja mendengar apa yang di katakan istrinya itu. Tak ada yang bisa dibantah. Kenyataannya memang demikian. Ali pun membenarkan apa yang diucapkan Emaknya itu. Ali pun langsung tersenyum. "Hehehe... iya ya Mak. Kasihan Emak dan Ridwan. Kalau begitu Ali tidak jadi ikut kerja bapak di Jakarta." Ali mencoba menenangkan Emaknya. "Emak sudah jauh dari Rahmat , kakak kamu. Sejak merantau dia pulang setahun hanya sekali, . Itupun dia tidak pernah memberikan hasil kerjanya untuk Emak." Jelas Emak lagi. Mata Emak mulai berkaca-kaca. Ada kepedihan yang tersimpan di dalam hatinya. Melihat itu Ali segera menimpali ucapan Emaknya. "Iya Mak. Ali gak jadi pergi. Ali akan menunggui Emak di sini, " ucap Ali," besok Ali akan mulai kerja lagi bareng lik Madi. Mendengar hal itu Emak pun tersenyum. Bapaknya hanya terdiam. Tak mampu bicara apapun. Ada jarak yang terlihat jelas antara Emak dan bapaknya. Ali pun memilih pergi dari hadapan kedua orang tuanya untuk memberi kesempatan keduanya saling berbicara. "Ali ke rumah lik Madi dulu Mak." Pamit Ali.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Wahhh.. dah bisa jadi novel nih Bunda Yanisa...ayo novel terbaru . Menjemput Fajar...inspiratif.. Barakallah

17 Mar
Balas

Semangat bunda... paling banter novelet bunda... masih suka nunggu lama untuk dapat inspirasi... hehehe

17 Mar

Luar biasa Ali membela emak dan adiknya. Bapaknya Ali koq gak ketularan sifatnya Ali ya, hehehe. Mantafff, bunda. Salam sehat san sukses selalu. Barakallah, Bunda.

18 Mar
Balas

iya ya bun... udah ceritanya kali... hehehe.. sukses selalu bunda dan barakallah

18 Mar

Bunda Yanisa pandai mengaduk-aduk perasaan pembaca dengan alur ceritanya. Salam sukses.

18 Mar
Balas

Terima kasih pak Mardi pujiannya.. sukses selalu

18 Mar

Cerita yang apik dan runtut ... barakallah bunda...salam kenal

17 Mar
Balas

Terima kasih bunda... salam kenal juga

17 Mar

Inspiratif ceritanya Bunda Yanisa. Semoga sehat selalu si Ali anak soleha

17 Mar
Balas

aamiin.. bunda vera juga selalu bahagia...

17 Mar

bagus

17 Mar
Balas

terima kasih pak sabar... sukses selalu

17 Mar



search

New Post