Yanisa Yuni Alfiati

Guru SMA Negeri 1 Padamara Mapel Biologi Unnes ...

Selengkapnya
Navigasi Web
Takdir Kematian Anggi

Takdir Kematian Anggi

Sejak kecil Anggi sudah ikut dengan mbahnya. Ibunya kerja di luar kota sebagai pedagang baju di tanah abang. Bapaknya sudah terlebih dahulu meninggal dunia sejak Anggi berada di perut ibunya. Sehingga demi memenuhi kebutuhan keluarganya, Ibu Anggi memilih pergi ke Jakarta dan meninggalkan Anggi bersama mbahnya.

Anggi tumbuh menjadi anak yang santun, patuh pada orang tua dan sangat menyayangi mbahnya. Dia termasuk anak pendiam yang tak terbawa pada pergaulan bebas seperti yang banyak dilakoni oleh remaja saat ini. Anggi pun tergolong anak yang taat dalam menjalani ibadah.

Setelah lulus SMA Anggi memutuskan untuk bekerja. Tak ada biaya untuknya melanjutkan kuliah. Bekerja di sebuah perusahaan benar-benar menyita waktunya. Berangkat pagi dan pulang menjelang petang. Energinya terkuras untuk bekerja. Beruntung hari Sabtu dan Minggu Anggi libur. Biasanya waktu libur inilah yang Anggi gunakan untuk istirahat. Dari gaji yang Anggi peroleh, dia hanya menggunakan separuhnya saja. Sedangkan sisanya dia berikan pada mbahnya.

Usia Anggi baru 18 tahun di bulan Maret ini. Sepanjang umurnya belum pernah sekalipun Anggi berpacaran. Anggi termasuk remaja yang taat beribadah hingga ada perasaan takut dengan dosa jika berpacaran. Melihat pergaulan Anggi dan ibadah yang dijalaninya membuat mbahnya menjadi tidak begitu khawatir melepaskan Anggi main di luar rumah.

Sampai suatu saat Anggi berkenalan dengan Zidan. Pemuda ganteng itu masih seumuran dengannya. Dia baru saja masuk kerja di perusahaan yang sama dengan Anggi. Tak bisa dipungkiri pesona yang dimiliki oleh Zidan. Perhatian dan kepeduliannya mampu meluluskan hati Anggi. Anggi yang tak menginginkan pacaran, pada akhirnya mau menerima Zidan sebagai pacarnya.

Waktu terus berlalu, kedekatan Zidan dan Anggi makin terjalin erat. Dimana ada Anggi di situ ada Zidan. Beberapa kali Zidan mengajak Anggi ke rumahnya. Anggi pun sudah di kenalkan pada ibunya. Tentu saja kedekatan mereka membuat hati orang tua Zidan was-was. Begitupun dengan mbahnya Anggi. Beliau sudah mengingatkan Anggi agar Anggi bisa menjaga diri. Namun kalau sudah urusan cinta, setan kadan ikut bicara. Malam itu kebetulan rumah Anggi kosong. Mbahnya pergi ngaji di tetangga desa. Suasana yang begitu sepi membuat Zidan dan Anggi lupa diri. Anggi telah kehilangan mahkotanya. Menyadari hal itu tangis Anggi pun pecah. Dia begitu menyesali kejadian itu. Dia merasa menjadi manusia kotor dan ternoda. Anggi benar-benar marah pada Zidan.

Dua minggu lamanya Anggi tak mau menemui Zidan, meski berkali-kali Zidan meminta maaf dan tak ingin mengulangi. Anggi takut jika dia dekat dengan Zidan peristiwa itu akan terulang lagi. "Pergilah Zidan. Cukup sekali kita melakukan dosa. Aku tak pernah ingin melakukannya lagi." Isak Anggi saat Zidan menelpon ingin menemuinya. Zidan yang merasa bersalah pun pada akhirnya berjanji akan segera melamarnya dan menjadikan Anggi istrinya.

Mendengar niat Zidan tentu membuat hati Anggi bahagia. Tapi usia mereka masih terlalu muda. Seandainya niat itupun dia ungkapkan ke mbah, pasti tidak akan di ijinkan. Akhirnya keduanya pun memutuskan untuk tidak bertemu dulu untuk sementara waktu. Sambil menabung untuk biaya pernikahan jika akan menikah kelak. "Jika memang kita berjodoh. Inshaa Allah ada jalan menuju ke sana. Aku akan setia menunggumu Zidan. Saat ini kita berpisah sementara karena Allah, itu saja, bukan karena kita tidak saling mencintai. Kamu mengerti maksudku kan Zidan. Kamu tetap pacar aku, tapi kita LDR an." Pinta Anggi. "Apapun maumu Nggi. Aku akan menurutimu. Kamu tahu kalau aku sangat menyayangimu. Kuharap kamu akan setia kepadaku. Jawab Zidan.

Minggu ini seharusnya Anggi menstruasi. Sudah lewat dua hari. Perasaan Anggi menjadi was-was. Bayang-bayang hamil tiba-tiba saja muncul. Tadinya dia berfikir kalau hanya melakukan satu kali dia tidak akan hamil. Anggi pun segera menelpon Zidan. Dia meminta Zidan untuk membelikannya alat test kehamilan. Begitu alat test kehamilan diberikan, Anggi langsung membawanya ke kamar mandi. Di biarkannya Zidan menunggu di depan rumah. Dibaca berulang - ulang tata cara menguji kehamilan. Maklum, Anggi baru pernah menggunakannya. Tampak dua garis merah menampilkan diri di alat tersebut. Jantung Anggi berdetak kencang. Air mata Anggi menetes. Tak apa yang dia rasakan saat ini. Semua berkecamuk di dalam hatinya. Ada rasa tidak percaya, rasa takut, dan rasa marah di relung jiwanya. Anggi segera menuju ke ruang tamu. Melihat Anggi menangis Zidan pun menyusulnya. "Bagaimana Nggi?" Tanya Zidan khawatir. "Aku hamil Zidan." Ucap Anggi sambil mengusap air matanya. Diberikannya alat test kehamilan itu pada Zidan. "Astagfirullah." Zidan tampak terguncang. Umurnya yang masih muda itu harus menghadapi permasalahan yang sebesar itu. Dia pun terdiam, tak tahu apa yang harus dia lakukan. Dibiarkannya Anggi menangis disampingnya. Zidan menarik napas dalam-dalam. Keduanya larut dalam pemikiran masing-masing. "Sementara kita rahasiakan dulu soal kehamilan kamu pada mbah atau pun orang tuaku. Aku akan mencari jalan keluarnya. Kamu jangan khawatir, aku akan bertanggung jawab atas semua yang telah aku lakukan padamu. Anggi mengangguk. Air matanya terus saja mengalir. Ada penyesalan yang begitu menderanya. Ada pula kekhawatiran dengan masa depannya.

Zidan pun berpamitan pulang. Langkahnya tak terarah. Entah kemana dia harus pergi. Benar-benar tak ada jalan yang bisa Zidan temukan saat ini. Menikahi Anggi, dia belum punya cukup uang untuk menafkahi anak istri. Menggugurkan kandungan, tak berani Zidan lakukan. Selain dosa, resiko kematian untuk Anggi terlalu tinggi. Zidan sangat mencintai Anggi. Dan dia tak ingin berpisah dengannya.

Berhari-hari Zidan tampak murung. Dia jarang mandi. Telpon dari Anggi tak pernah berhenti menanyakan solusi untuk kehamikannya. Zidan benar-benar sudah tak mampu mencari jalan keluarnya. Melihat penampilan Zidan yang makin hari makin kucel, ditambah beberapa hari ini Zidan tidak berangkat kerja lagi, membuat ibunya bertanya. "Kamu ada masalah Zidan? Beberapa hari ini ibu lihat kamu seperti banyak pikiran." Tanya ibu Zidan padanya. Zidan ragu untuk menceritakan kebenaran yang sedang dia hadapi. Jujur dia takut ibunya akan kecewa dan marah kepadanya. Mata Zidan berkaca-kaca. Tak tega rasanya menyakiti hati ibu dengan kelakuannya. Tapi semua terlanjur terjadi, tak ada cara yang lain lagi. Zidan membutuhkan bantuan kedua orang tuanya saat ini. Apapun yang terjadi nanti Zidan akan menerima semuanya. Ini adalah kesempatan untuk Zidan membuka masalah pada ibunya. "Kenapa kamu menangis Zidan." Tanya ibunya. "Zidan minta maaf bu." Zidan menangis sejadi-jadinya. Ibunya pun tampak bingung. "Kenapa Zidan.. Apa yang kamu lakukan?" Ibunya mulai gusar. Ada banyak kekhawatiran yang tiba tiba muncul dibenak ibunya. Ada banyak tanya yang ingin cepat ia dengar jawabannya. Zidan terus saja menangis. Ibunya semakin bingung. "Katakan ada apa Zidan?" Ibunya mengguncang-guncang tubuh Zidan sambil terurai air mata. "Anggi hamil bu. Aku yang salah." Ucap Zidan. Mendengar kalimat putranya, Ibu Zidan kaget bak kesamber bledeg. Tangisnya pecah. Ibunya begitu marah, malu, khawatir akan dosa, bagaimana mendapatkan uang yang banyak untuk pernikahan, merawat cucunya dan banyak perasaan yang bercampur aduk di dalam hatinya.

Nasi sudah menjadi bubur. kenyataannya di perut Anggi sudah ada janin yang siap lahir ke dunia. Orang tua Zidan pun akhirnya melamar Anggi. Pernikahan Anggi dan Zidan berlangsung sederhana namun hikmat. Tangis terurai dari mata Anggi, Zidan dan orang tuanya. Rasanya tak tega melihat wanita semuda itu harus hamil dan melahirkan. Tapi mau bagaimana lagi, waktu tak bisa berulang.

Setelah pernikahan Anggi tinggal di rumah Zidan. Semua berjalan seperti biasanya. Memeriksakan kandungan setiap bulan selalu rutin dilakukan. Semua dalam kondisi normal. Begitu pun dengan upacara nujuh bulan. Bulan kemarin acara itu sudah kelar dilakukan. Nujuh bulan sendiri merupakan acara yang dilakukan sebagai ungkapan rasa syukur diberi anugerah rezeki yang sangat besar berupa anak.

Menginjak bulan ke sembilan ada sedikit masalah dengan kesehatan Anggi. Beberapa hari terakhir nafasnya terasa sesak. Beberapa kali dia menceritakan masalah itu kepada tetangga dan ibu mertuanya. Perkiraan mereka itu hanya karena efek yang ditimbulkan dari batuk yang saat ini sedang Anggi alami. Malam ini rasa sesak itu benar-benar membuat napas Anggi seperti mau berhenti. Melihat hal itu Ibu mertua dan Zidan segera membawa Anggi ke rumah sakit. Tak banyak perubahan yang dialami oleh Anggi. Napasnya tetap saja sesak. Janin di perutnya pun bergerak lebih cepat seolah mengatakan kalau dia butuh oksigen untuk bernapas. Melihat tak ada perubahan yang kunjung membaik, pihak rumah sakit pun akhirnya merujuk Anggi ke rumah sakit yang lebih besar. Rumah sakit dengan peralatan yang lebih lengkap diharapkan dapat menolong Anggi dan janinnya.

Sepanjang perjalanan menuju rumah sakit rujukan, meskipun tampak berat Anggi senantiasa melafazkan istighfar berulang-ulang tanpa henti. Sementara itu Zidan dan ibu mertuanya hanya bisa menangis, tak tega melihat penderitaan Anggi.

Sesampainya di rumah sakit, tampak mbah Anggi sudah menunggu kedatangan cucunya. Anggi pun langsung dipasangi alat bantu pernafasan. Namun sepertinya alat itu tak begitu membantu. Melihat kondisi makin darurat, pihak dokter akhirnya memutuskan untuk segera melakukan penyelamatan pada janin yang di kandung Anggi. Karena kekurangan oksigen dapat membahayakan nyawa janinnya. Setelah di rembug, keluarga pun menyetujui. Semua pemeriksaan segera dilakukan untuk persiapan operasi. Namun baru saja dokter akan memeriksa, nafas Anggi terhenti, bersamaan dengan lafaz istighfar yang keluar dari bibirnya.

Anggi meninggal pada hari Jum'at, pukul 03.00 WIB. Di usianya yang masih sangat muda. Anggi membawa bayinya ke syurga bersamanya. Tangis keluarga pun pecah. Mereka harus kehilangan dua nyawa yang mereka sayangi. Kematian Anggi dan bayinya yang begitu tiba-tiba, telah menyisakan kesedihan yang tak kan mungkin terlupa bagi Zidan dan keluarganya.

Semoga kau bahagia di syurga bersama anakmu Anggi.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Usia yang masih muda..dan takdir membawa kematian yang sangat tragis..Selamat jalan Anggi semoga engkau tenang di sana...Cerpen yang mengharu biru Bu yanisa.Barakallah..

07 Mar
Balas

Terima kasih sudah membaca tulisan aku bunda... semoga ada nilai yang bisa dipetik di sana.. aamiin

07 Mar



search

New Post